Beranda | Artikel
Khutbah Iedul Adha
Selasa, 23 Oktober 2012

Masyarakat arab jahiliah juga melaksanakan ibadah menyembelih hewan qurban yang merupakan diantara sisa ajaran Nabi Ismail yang masih mereka lestarikan. Akan ketika menyembelih hewan qurban, darah hewan qurban tersebut mereka tampung lantas darah yang kotor tersebut mereka gunakan untuk melumuri tembok Ka’bah. Demikian pula dagingnya mereka gosok gosokkan ke dinding Ka’bah. (Redaksi, www.khotbahjumat.com).

***

 Khutbah Iedul Adha

Oleh: Ustadz Aris Munandari, M.PI.

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنسْتعِينُهُ وَنسْتغْفِرُهُ وَنعُوذ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيّئاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ..
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون}
{يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا}
أما بعد…فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَديثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُورِ مُحْدَثاَتِهَا وَكُلَّ مُحْدَثــَةٍ بدْعَةٌ وَكُلَّ بدْعَةٍ ضَلاَلةٌ وَكُلَّ ضَلاَلةٍ فيِ النَّارِ.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد،

Suatu hal yang patut kita patrikan ke dalam lubuk hati kita yang paling dalam bahwa sebaik-baik perkataan adalah apa yang dikatakan oleh Allah dan sebaik-baik petunjuk hidup, petunjuk dalam berislam dan beribadah kepada Allah adalah petunjuk yang telah digariskan oleh Rasulullah. Hal yang paling jelek dalam agama adalah ajaran agama yang baru. Itulah ajaran agama yang tidak dikenal oleh Rasulullah dan para shahabat. Segala hal yang dianggap sebagai ajaran Islam namun tidak dikenal oleh Nabi dan para shahabatnya baik berupa akidah atau keyakinan yang baru maupun ibadah atau tata cara ibadah yang baru, itulah yang disebut dengan bid’ah dalam agama. Segala bentuk bid’ah adalah jalan yang menyimpang dari jalan Allah yang lurus. Sedangkan semua jalan yang menyimpang dari jalan Allah yang lurus adalah jalan yang berbahaya karena jalan tersebut hanya akan mengantarkan pelakunya ke dalam panasnya api neraka.

Kaum muslimin-rahimakumullahu-

Memuncak terasa kegembiraan kita di pagi hari ini, suara takbir, tahlil, dan tahmid membahana di udara, mengisi relung-relung hati kita, bahkan mengiringi desah nafas dan degub jantung kita. Patut untuk kita sadari bahwa setelah selesai shalat fardhu dalam rangka menyambut Iedul Adha itu dimulai semenjak selesai shalat shubuh pada hari Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah sampai selesai Ashar tanggal 13 Dzulhijjah sebagaimana pendapat mayoritas ulama.

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,

Saat ini kita berada dalam suatu hari yang disebut dengan yaum nahr yang artinya hari penyembelihan karena semenjak hari ini sampai akhir hari tasyrik atau tanggal 13 Dzulhijjah adalah waktu untuk menyembelih hewan qurban. Yaum Nahr adalah hari yang paling mulia dari hari-hari yang ada sepanjang tahunnya dan hari mulia yang menempati posisi kedua adalah tanggal 11 Dzulhijjah yang disebut dengan Yaumul Qarr.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُرْطٍ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَعْظَمُ الأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

Dari Abdullah bin Qurth, Rasulullah bersabda, “Hari yang paling agung di sisi Allah adalah Yaum Nahr [tanggal 10 Dzulhijjah] berikutnya adalah Yaum al Qorr, tanggal 11 Dzulhijjah” [HR Abu Daud no 1765, dinilai shahih oleh al Albani].

Tanggal 10 Dzulhijjah ini juga yang disebut dengan hari Haji Akbar.

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ يَوْمُ الْحَجِّ الأَكْبَرِ يَوْمُ النَّحْرِ.

Dari Shahabat Ali bin Abi Thalib, beliau mengatakan, “Hari Haji Akbar adalah hari Nahr yaitu 10 Dzulhijjah” [HR Tirmidzi no 958, dinilai shahih oleh al Albani].

والصواب أن يوم الحج الأكبر هو يوم النحر

Ibnul Qoyyim mengatakan, “Yang benar hari Haji Akbar adalah hari nahr yaitu tanggal 10 Dzulhijjah (bukan hari Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah” [Zadul Maad 1/54].

Satu hal yang patut disadari bahwa anggapan bahwa haji akbar adalah manakala wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat adalah anggapan tidak berdasar yang telah ada semenjak masa silam yang masih saja lestari sampai hari ini.

قد اشتهر بين العوام أن يوم عرفة إذا وافق يوم الجمعة كان الحج حجا أكبر ولا أصل له

Syaikh Shafiyurrahman al Mubarakfuri mengatakan, “Terkenal di tengah masyarakat awam, bahwa hari arafah, apabila bertepatan dengan hari jumat maka hajinya adalah haji akbar. Dan ini adalah pendapat yang tidak ada dasarnya.” (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Turmudzi, 4/27).

Kaum muslimin yang berbahagia

Amal utama yang dituntunkan setelah kita menyelesaikan rangkaian shalat Iedul Adha adalah menyembelih hewan qurban.

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِى يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّى ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَنْحَرُ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا».

Dari al Bara’ bin Azib, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya ibadah yang pertama kali kita lakukan pada hari ini adalah shalat Iedul Adha kemudian kita kembali ke rumah kita masing masing lantas menyembelih hewan qurban. Siapa saja yang melakukan hal di atas maka dia telah sesuai dengan sunnah” [HR Bukhari no 908 dan Muslim no 5185].

Akan tetapi diperbolehkan menunda penyembelihan hewan qurban sampai tanggal 13 Dzulhijjah.

عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ ».

Dari Jubair bin Muth’im, Nabi bersabda, “Semua hari tasyrik [11-13 Dzulhijjah] adalah hari hari penyembelihan hewan qurban” [HR Ahmad no 16797, dinilai shahih li ghairihi oleh Syuaib al Arnauth].

Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullahu

Ibadah dalam bentuk menyembelih hewan qurban adalah ibadah yang ada dalam semua syariat para nabi, semenjak nabi pertama yaitu Adam dan semenjak rasul pertama yaitu Nuh.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Yang artinya, “Dan bagi setiap umat kami tetapkan ibadah menyembelih hewan qurban supaya mereka menyebut nama Allah ketika akan menyembelih bahimah an’am [onta, sapi dan kambing] yang Allah karuniakan kepada mereka” [QS al Hajj: 34].

Oleh karena itu ketika kita menyembelih hewan qurban patut kita sadari bahwa kita bukan hanya meneladani nabi Ibrahim namun seluruh nabi dan rasul.

Masyarakat arab jahiliah juga melaksanakan ibadah menyembelih hewan qurban yang merupakan diantara sisa ajaran Nabi Ismail yang masih mereka lestarikan. Akan ketika menyembelih hewan qurban, darah hewan qurban tersebut mereka tampung lantas darah yang kotor tersebut mereka gunakan untuk melumuri tembok Ka’bah. Demikian pula dagingnya mereka gosok gosokkan ke dinding Ka’bah.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Yang artinya, “Tidaklah sampai kepada Allah daging dan darah hewan qurban namun yang sampai kepada-Nya adalah sikap takwa kalian ketika melaksanakan penyembelihan hewan qurban” [QS al Hajj:37].

عن ابن جريج قال: كان أهل الجاهلية ينضحون البيت بلحوم الإبل ودمائها، فقال أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم: فنحن أحق أن ننضح، فأنزل الله

Dari Ibnu Juraij, beliau mengatakan, “Dahulu orang orang jahiliah melumuri Ka’bah dengan daging dan darah onta qurban mereka. Lantas ada sejumlah shahabat yang mengatakan ‘Kita lebih berhak melakukannya dari pada mereka’ maka Allah lantas menurunkan ayat di atas” [Tafsir Ibnu Katsir saat menjelaskan ayat di atas].

Kaum muslimin yang berbahagia

Kita tergolong orang yang bertakwa kepada Allah saat kita menyembelih hewan qurban manakala terpenuhi tiga hal berikut ini:

Pertama, kita tidak menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kecuali hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kita tidak pernah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri, menyenangkan atau mencari ridho jin ini atau jin itu.

Menyembelih hewan untuk menyenangkan jin tertentu adalah perbuatan yang menyebabkan pelakunya jauh dari kasih sayang Allah.

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ

Sabda Nabi, “Allah itu melaknat [menjauhkan dari kasih sayang-Nya] terhadap siapa saja yang menyembelih untuk selain Allah” [HR Muslim no 5240 dari Ali bin Abi Thalib].

Bahkan orang yang menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kepada selain Allah adalah orang yang telah menduakan Allah dalam masalah ibadah yang merupakan hak Allah satu satunya.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku itu hanya untuk Allah” [QS al An’am:162].

Inilah yang disebut kemusyrikan alias menduakan Allah dalam ibadah. Inilah dosa yang tidak mungkin Allah ampuni bagi siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan belum bertobat darinya.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang levelnya dibawah dosa kemusyrikan, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS an Nisa:48).

Ma’asyiral Muslimin-rahimakumullah-

Poin kedua agar kita tergolong orang yang bertakwa kepada Allah manakala kita menyembelih hewan qurban adalah hendaknya maksud hati kita ketika melakukannya hanyalah semata mata mengharap ridho dan cinta Allah serta berkesempatan untuk memandang wajah-Nya di surga kelak yang merupakan nikmat yang paling besar.

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

Allah berfirman yang artinya, “Siapa saja yang menginginkan kehidupan dunia dan kenikmatannya maka akan Kami berikan balasan amal ibadahnya di dunia dan mereka di dunia tidaklah dirugikan. Mereka itulah orang orang yang tidak ada bagi mereka di neraka melainkan siksa api neraka, hapuslah semua yang mereka lakukan dan sia sialah amal kebaikan yang mereka lakukan” [QS Hud:15-16].

Oleh karena itu kita tidak boleh menomersatukan pamrih pamrih duniawi ketika kita mengerjakan shalat, puasa, haji, bersedekah dan berinfak serta ketika menyembelih hewan qurban.

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِىَ بِهِ وَجْهُهُ

Sabda Nabi, “Sesungguhnya Allah itu tidak akan menerima amal ibadah melainkan yang dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan harapan bisa memandang wajah Allah di surga” [HR Nasai no 3140, dinilai hasan shahih oleh al Albani].

Hal yang ketiga harus terpenuhi agar kita tergolong orang yang bertakwa dalam amal ibadah yang kita lakukan secara umum dan amal menyembelih hewan qurban secara khusus adalah menjalankan amal ibadah sesuai dengan tata cara pelaksanaan yang telah digariskan oleh Nabi alias mengikuti ajaran Nabi bukan ajaran ustadz atau kyai yang ternyata tidak sejalas dengan petunjuk Nabi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa melakukan amal ibadah namun kami tidak pernah mengajarkannya maka amal yang dia lakukan itu pastilah tertolak” (HR Muslim no 4590).

Orang yang bersemangat melakukan ibadah padahal tidak sejalan yang ajaran dan tuntunan Nabi adalah orang yang paling merugi dalam beramal karena dia menyangka telah melaksanakan amal shalih padahal ternyata yang dia lakukan adalah amalan yang salah, yang tertolak alias tidak dapat apa apa kecuali capek semata sebagaimana firman Allah,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Katakanlah: “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS al Kafi:103-104).

Kaum muslimin-azzaniyallahu wa iyyakum-

Diantara tuntunan Nabi terkait dengan ibadah qurban adalah Nabi melarang menjual kulit hewan qurban. Bahkan menjual kulit hewan qurban adalah sebab hilang dan lenyapnya pahala qurban. Betapa rugi orang yang melakukannya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من باع جلد أضحيته فلا أضحية له »

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang menjual kulit hewan qurbannya maka tidak ada pahala qurban baginya” [HR Hakim no 3426, dinilai shahih oleh Hakim dan dinilai hasan oleh al Albani dalam Shahih Jami Shaghir no 6118].

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Allah itu hanya menerima qurban dari orang orang yang bertakwa dalam amalnya” [QS al Maidah:27].

Sehingga sembelihan qurban kita adalah qurban yang Allah terima manakala kita adalah orang yang bertakwa saat melakukannya dengan hanya beribadah kepada-Nya, beramal dengan penuh keikhlasan hanya mengharap ridho-Nya serta mengikuti dengan baik petunjuk yang telah diberikan oleh Nabi dan Rasul-Nya.

Kaum muslimin yang berbahagia,

Terkait dengan bacaan takbir yang dituntunkan agar dibaca di berbagai kesempatan di hari hari istimewa ini ada hal yang patut kita perhatikan terkaitan pengucapan kalimat takbir yaitu ucapan Allaahu Akbar, ba’ dalam akbar haruslah dibaca pendek karena ba’ dalam akbar dibaca panjang maka maka kalimat takbir ini berubah total 180 derajat karena akbaar dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kabrun yang artinya gendang (Kamus al Munawwir hal 1183).

Sangat disayangkan tidak sedikit orang yang kurang perhatian dengan hal ini sehingga sering terdengar suara takbir sebagai berikut:

الله أكبار الله أكبار لا إله إلا الله والله أكبار الله أكبار ولله الحمد

Orang yang mengumandangkan takbir sebagaimana di atas boleh jadi merasa sedang mengagungkan dan memahabesarkan Allah padahal yang terucap dari lisannya adalah menggendang-gendangkan Allah dan ini tentu sebuah pelecehan kepada Allah yang sangat membahayakan iman seorang muslim.

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,

Mengenai ucapan selamat hari raya tidaklah kita jumpai bacaan khusus dari Nabi. Karenanya kita bisa mengucapkan berbagai jenis ucapan yang menunjukkan ungkapan rasa bahagia dengan datangnya hari raya selama makna yang terkandung dalam ucapan tersebut adalah makna yang baik. Meski demikian ucapan selamat yang biasa digunakan oleh para sahabat tidaklah diragukan bahwa itulah yang lebih baik dari pada selainnya.

Tentang ucapan selamat hari raya yang dipergunakan oleh para sahabat, Ibnu Hajar al Asqalani as Syafii mengatakan:

وَرَوَيْنَا فِي ” الْمَحامِلِيَّاتِ ” بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ ” كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك ”

Kami mendapatkan riwayat dalam kitab al Mahamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair, beliau mengatakan, “Menjadi kebiasaan para sahabat Nabi jika sebagian mereka berjumpa dengan yang lain pada saat hari raya maka sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain “taqabballahu minna wa minka” yang artinya semoga Allah menerima amal ibadah kita (Fathul Bari 3/372-Syamilah).

Inilah ucapan para shahabat manakala sebagian mereka berjumpa dengan yang lain saat hari raya baik hari raya Iedul Fitri atau pun Iedul Adha.

Kaum muslimin yang kami hormati,

Kepada kaum muslimah, kami pesankan agar menjaga diri dan jangan mau diperdaya oleh tipu muslihat kaum pemuja syahwat. Simaklah firman Allah sebagaimana yang terdapat dalam Qs. an-Nisa’ (04): 27

وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلاً عَظِيمًا

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”

Allah Ta’ala mengajak anda ke syurga dengan jalan yang mudah yaitu dengan menerima sepenuh hati segala ketetapanNya dalam agama ini serta melaksanakan ajaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang dibawakan oleh shahabat Abdurrahman bin Auf

إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga harga diri dan kemuliaan, serta taat kepada suaminya maka akan dikatakan buatnya masuklah ke dalam syurga dari pintu mana saja yang engkau mau” [HR Ahmad no 1661, dinilai hasan li ghairihi oleh Syuaib al Arnauth].

Patut kita sadari bahwa tugas asasi yang Allah bebankan kepada seorang muslimah setelah dia menikah dan berkeluarga adalah bertanggung jawab atas anak dan rumah suaminya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ  وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda, “Seorang wanita itu bertanggung jawab atas kondisi rumah suaminya dan anak anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang hal tersebut” [HR Bukhari no 2554 dan Muslim no 4828].

Tidaklah sepantasnya seorang muslimah sibuk dengan sesuatu yang tidak Allah bebankan kepadanya dengan menelantarkan apa yang menjadi kewajiban pokoknya yang di akherat nanti dia akan dimintai pertanggung jawaban tentangnya.

Kaum muslimah yang dimuliakan oleh Allah

Predikat paling mulia yang disandang oleh seorang muslimah adalah menjadi wanita shalihah, sebaik baik hiasan dunia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

”Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik–baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah” [HR. Muslim no 3716 dari Abdullah bin Amr].

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

Allah berfirman yang artinya, “Wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan suaminya dan wanita yang menjaga diri ketika suami tidak ada di rumah dengan menjalankan berbagai aturan yang Allah tetapkan” [QS an Nisa:34].

Diantara aturan yang Allah tetapkan atas wanita muslimah manakala suami tidak ada di rumah adalah tidak mempersilahkan masuk tamu laki laki.video kajian sejarah pengusahamuslim

Diantara bentuk ketaatan seorang muslimah kepada Allah adalah menutup aurat dengan baik. Ketahuilah bahwa kewajiban berpakaian yang menutup aurat itu bukan hanya ketika shalat dan pengajian di masjid namun setiap kali seorang muslimah bisa diterlihat oleh laki-laki yang bukan mahram atau bukan pula suaminya.

رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّناَ آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذاَبَ النَّارِ. اللَّهُمَّ رَبَّناَ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْناَ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. سُبْحاَنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُهُ الظَّالِمُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ الُْمْرسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وصَلِّ اللَّهُمَّ عَلىَ نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .

Download Naskah Materi Khutbah Jum’at

[download id=”144″]

Kata kunci:  iedul adha.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial
  • Keterangan lebih lengkap: Peluang Menjadi Sponsor dan Donatur
Print Friendly, PDF & Email

Artikel asli: https://khotbahjumat.com/1594-khutbah-iedul-adha.html